Just another free Blogger theme

Jumat, 15 April 2022

 

Temanggung, 5 Agustus 1998

Tak pernah tersirat dalam hati ini

Bertemu denganmu si pejuang tangguh

Bersama sang waktu kau kejar duniamu

 

Semburat lelah terpancar dari wajahmu

Aura kesedihan terlukis dari bibir tipis mu

Namun tidak terucap peluh dan kesah

Hanya senyum yang selalu membuncah

 

Terimakasih bintang kejoraku

Bintang kejora dengan pancaran sang sinar

Kau ajarkan kami tentang tegar dan sabar

 

Kau hadirkan arti kesabaran dalam diri di tengah uji

Mungkin jarimu mengalun tak selincah penari

Mungkin langkah kaki mu tak secepat sang pelari

Namun sinar semangat mu tak lekang oleh waktu

 

            Malam itu seakan kembali ke masa lalu melalui sang lorong waktu. Secarik kertas dengan tinta hitam yang mulai luntur seakan mengajak sang penulisnya untuk  berlalu menelusuri waktu. Iya saat itu ibu kembali meneteskan air matamengingat masa saat Ara terlahir di dunia. Betapa terpuruk dan sedihnya ibu dikala melihat anak pertama nya lahir di dunia dengan satu  kaki dan  tangan kanan yang tidak sempurna karna hanya tumbuh sampai siku saja. Apa kondisi ini tidak diketahui ibu sebelumya? Tentu sudah diketahui ibu sebelumya. Hal ini  terlihat sejak Ara berusia 7 bulan  melalui hasil USG. Namun dokter belum bisa memastikan apa yang terjadi. Maklum saat itu ibu hanya periksa di sebuah rumah sakit daerah. Kondisi saat Ara lahir ini semakin membuat ibu terpuruk karena pandangan sinis dan hinaan dari beberapa kerabat dan tetangga yang menganggap Ara sebagai pembawa sial. Namun hal ini selalu ibu lalui dengan penuh kesabaran yang terus berdoa. “ nak, kamu bukan tak sempurna, namun istimewa, spesial buat ibu dan bapak, terus bahagia ya nak, ibu yakin kamu akan jadi bintangnya ibu yang cantik dan cerdas.”  Ini selalu diucapkan ibu saat Ara tidur.

Ibu       : “ah, rasanya baru kemarin ya pak, Ara lahir. La sekarang sudah mau jadi sarjana”.

Bapak  :” iya bu, sepertinya baru kemarin bapak ngantar Arak e sekolah SD siang bolong karena dihina oleh temannya”.

Ibu       : “iya pak, semoga masa berat itu segera berakhir ya pak. insyaAllah setelah ini Ara bahagia dengan hidup nya”.

Bapak  : “ iya bu, bapak percaya anak kita kuat, buktinya sampai sekarang dia bertahan dan sukses hingga sarjana. Ayo bu, tidur, sudah mala mini, besok kan kita harus berangkat ke wisuda Ara sebelum subuh”.

Ibu: “ iya pak, ayo tidur”

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mentari pagi hari itu  bersinar dengan sangat terik, dan menyilaukan mata. Namun panas dan teriknya Semarang saat itu kalah dengan kebahagiaan Ara, calon guru yang hari itu akan mendapat gelar sarjana pendidikan. Pukul 07.00 Ara sudah selesai dandan dan memakai kebaya kuning nya. Setelah beberapa saat menunggu di depan gerbang kos, akhirnya ayah, ibu, dan keluarga dari kampung halaman datang menjemput dengan mobil kijang pak lurah yang disewa oleh bapak dan ibu Ara. Ibu keluar dari mobil dengan wajah berbinar pertanda bahagia dan bangga dengan Ara. Putri kecilnya yang hari ini akan menjadi sarjana dan berhasil mewujudkan mimpi orang tuanya.

Ibu       : “Ara, ayo segera masuk mobil, undangan wisudanya jangan lupa dibawa ya”. (kata ibu sambil merangkul Ara)

Ara      :” ya bu, insyaAllah sudah siap semua”.

Setelah beberapa menit sampailah Ara dan keluarga di Balairung universitas. Tempat ara di wisuda. Aura bahagia sangat Nampak disana. Ratusan mahasiswa bertoga memenuhi area.  Yang menjadi berbeda adalah ketika semua mata tertuju pada Ara. Memang, Ara adalah mahasiswa istimewa yang special. Istimewa karena Ara memang hanya mempunyai satu  tangan dan satu kaki. Hal ini membuat Ara harus berjalan dengan menggunakan  bantuan tongkat.Ara memang istimewa sejak lahir karena Ara mengidap sebuah penyakit langka yaitu sindrom meromelia. Hal ini yang menyebabkan anggota tubuh Ara menjadi tidak lengkap.

Waktu sudah menunjukkan pukul 07.15. Seakan sudah biasa, Ara tak lagi memperdulikan pandangan orang tentangnya. Yang bisa ia dan orang tuanya lakukan adalah bergerak cepat agar cepat sampai di bangku wisuda.sesampainya di ruangan, Ara terlebih dahulu mengantarkan orang tua nya menuju bangku kebanggaan. Yaitu berada di bangku deretan depan bersama orang tua lain yang anaknya mendapatkan predikat wisudawaan terbaik.

Ara      : “bapak ibu duduk disini ya, nanti Ara duduk di bangku depan sebelah sana”.

Ibu       : (dengan wajah sendu terharu) “MasyaAllah nak, kamu jadi wisudawan terbaik?”

Bapak  : “terimakasih ya nak, selama ini kamu sudah banyak berjuang”.

Ara      : “sama-sama bu, pak, terimaksih selama ini sudah percaya kalau Ara bias. Ara kesana dulu ya. Ngrobrolnya kita lanjut nanti lagi”.

            Serelah berada di singgasana kebanggaannya, Ara menyapa dan menyalami teman-temannya sambil menungggu prosesi wisuda dimulai. Acara demi acara telah dilalui sampai akhirnya tibalah saatnya para wisudawan dipanggil satu persatu kedepan. Wisudawan pertama yang dipanggil adalah Ara sebagai salah satu wisudawaan terbaik. Semua mata tertuju pada Ara yang dengan percaya diri maju ke depan dengan toga kebanggaan dan tongkat kesayangannya. Dan semua semakin kaget kaget ketika Ara mulai menyampaikan pidato sambutan wisudanya. Saat itu semua baru tahu kalau Ara yang berdiri di depan juga tidak mempunyai tangan dan Ara salah satu yang istimewa dengan sindrom meromelia nya. Semua menangis medengar perjuangan Ara untuk mencapai titik sekarang ini. Bagaimana kesabaran dan kesyukurannya mengantarkan Ara menuju sukses.Di sela-sela pidatonya orang tua Ara dipanggil ke depan memberikan pelukan terhangat kepada anaknya.  Betapa bahagia dan bangganya orang tua Ara saat itu. Jika sebelumnya Ara menganggap bahwa wisuda adalah akhir dari perjuangan, ternyata Ara salah, gelar sarjana adalah awal perjuangan di dunia nyata.

            Menusuknya angin pagi yang berhembus membangunkan Ara dari tidurnya di sepertiga malamnya. Kali ini Ara sudah tidak lagi terbangun diantara  sibuknya rutinitas sebagai Mahasiswa. Namun kali ini Ara terbangun sebagai sarjana muda yang bercita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Setelah Ara selesai bersujud pada Robb Nya, dengan semangatnya, Ara segera  menyiapkan semua berkas untuk melamar kerja di sekolah-sekolah sekitar desanya.

            Ditemani gerimis di pagi hari itu, Ara sangat bersemangat untuk pergi untuk mendaftar sebagai seorang guru honorer. Dengan langkah kaki yang terseok seok, Ara berpamitan dengan orang tuanya.

Ara      : “bu, Ara pamit ya, hari ini mau melamar kerja. Doakan Ara diterima ya bu”.

Ibu       : “ya nak, ibu doakan sukses, diterima kerjanya”.

Bapak  : “Ra, ayo kita berangkat mumpung gerimisnya sudah mulai reda” (sahut bapak dari halaman rumah)

Ara dan bapak pun berangkat dengan motor kesayangan keluarga yang di desain khusus agar Ara bisa menaikinya.

            Beberapa menit menelusuri jalan desa dengan pemandangan sawah di sekelilingnya, Ara dan bapak sampai di sekolah pertama. Bapak sengaja menunggu di luar gerbang agar Ara berani dan lebih mandiri. Beberapa menit berlalu, Ara keluar dengan wajah kecewa. Tanpa berfikir panjang, bapak pun memeluk sambil memberi semangat pada Ara dan langsung menuju sekolah kedua. Banyak harapan di sekolah kedua ini karena tersiar kabar ada beberapa guru yang akan purna tugas. Namun nyatanya harapan sia-sia. Seperti dipandang sebelah mata karena fisiknya yang istimewa, akhirnya Ara pulang dengan tangan hampa. Mereka sama sekali tidak melihat prestasi terbaik yang ditorehkan Ara selama ini. Mentaripun perlahan naik menuju singgasana tertingginya, Ara dan bapak pulang  tanpa mendapatkan hasil yang diharapkan setelah mengunjungi 5 sekolah dasar terdekat dari desanya.

            Untuk mengisi waktu luang, dan agar bisa membantu ekonomi keluarga, setiap sore Ara membuat kreasi dari barang bekas untuk dijual  walau penghasilannya belum menentu namun hal ini cukup untuk sekedar membeli lauk pauk sehari-hari. Hampir satu bulan berlalu dan puluhan sekolah telah didatangi, namun belum juga ada hasil.alasannya hampir sama. Takut Ara tidak bisa menjadi guru yang baik karena keterbatasnya.

            Hari ini, Ara kembali bersemangat untuk mencari sekolah tempatnya mengabdi dengan ditemani bapak dan sepeda motor khas nya. Lagi-lagi hasil nya tetap sama.sekolah belum membutukan guru baru untuk mengajar disana. Siang itu matahari terasa sangat terik, setelah leleh mendatangi beberapa sekolah, Ara dan bapak berhenti di depan penjual es kelapa muda yang ada di pingggir jalan.

Bapak                                      : “pak es kelapa muda nya dua ya”.

Penjual es kelapa muda           : “ siap pak, ditunggu sebentar ya”

            Sambil menunggu es kelapa muda datang, bapak dan Ara melihat mobil dan motor yang melintas di jalanan. Dari kejauhan Ara dan Ayahnya melihat anak-anak pemulung sedang memunguti sampah-sampah yang ada di jalanan

Bapak              : “itu Ra lihat, kamu harus banyak bersyukur mesti kamu terlahir istimewa, dan dari keluarga sederhana, tapi Allah masih memberi kamu kesempatan untuk jadi sarjana. Bapak bangga dengan kamu. Kamu tidak harus jadi guru dan kerja di sekolah Ra, yang penting menjadi bermanfaat untuk lingkungan sekitar kamu”

Ara                  : “iya pak, insyaAllah Ara akan berusaha membagikan  ilmu yang sudah Ara dapatkan agar bisa menjadi ilmu yang bermafaat”.

Bapak              : (sambil memeluk Ara) “semangat ya nak, mesti orang lain berkata kamu banyak kekurangan, namun bagi bapak kamu adalah anugerah Allah yang sangat istimewa. Pejuang tangguh nya bapak ibu. Kami bangga pada mu”

Ara                  : “terimakasih banyak untuk semuanya ya pak”. (tangis mereka pecah seketika)

Pak, ini es kelapa muda nya sudah jadi, kata bapak penjual es kelapa muda yang seketika memecahkan tangis Ara dan bapak.  Iya pak, terimakasih, jawab Ara dengan senyum manisnya.

            Setelah selesai minum es kelapa muda, Ara dan bapak segera pulang ke rumah untuk beristirahat. Sesampainya di rumah ibu menyambut kedatatangan Ara dengan pelukan hangatnya.

Ibu                   : “Alhamdulilah sudah sampai rumah, bagaimana nak, dapat sekolahnya?”

Ara                  : “belum bu, besok Ara coba lagi ya” (jawab Ara dengan senyum)

Ibu                   : “iya nak, tidak apa-apa besok dicoba lagi. Ayo makan dulu sudah ibu buatkan nasi goreng kesukaanmu”.

Ara                  : “ya bu, Ara ganti baju dulu ya”.

 

            Malam mendung tanpa bintang menggambarkan hati Ara malam itu yang penuh dengan kecewa dan air mata.harapannya untuk menjadi seorang guru seakan pusnah dengan ditolaknya ia di berbagai sekolah. Namun ia ingat bahwa tak akan pagi yang cerah, melainkan harus harus bertemu dengan malam gelap yang sepi.  Pertemuan dengan anak pemulung itu seakan terus membayangi malam Ara malam ini. Ada satu hal yang Ara pikirkan kalaupun ia tidak bisa bekerja dengan selayaknya di sekolah umum, setidaknya ia ingin  tetap bermanfaat bagi yang lain.

            Malam yang sunyi berganti dengan mentari pagi yang hangat dan menawan.

Ibu                   : “Ra, sarapan dulu, sudah ibu buatkan sup iga sekuaanmu”

Ara                  : “ ya bu, terimakaih”.

Ibu                   :“ sudah ra, tidak usah sedih. Hari ini istirahat dulu saja, besok dilanjut cari sekolahnya”.

Ara                  : “ bu, semalam Ara kok masih kepikiran anak pemulung yang kemarin sempat Ara lihat waktu minum es kelapa muda. Ara kok pengen ngajar mereka. Boleh tidak bu?”.

Ibu                   : “ boleh nak, ibu malah senang kalau kamu punya niat baik seperti itu. Terus rencana kamu gimana?”

Ara                  :” anak-anak itu kan sering main di sekitar sini, nanti biar mereka belajar di rumah kita bu, oya bu kan Ara masih punya sedikit tabungan, tak buat beli buku bacaan untuk anak-anak ya?.”

Ibu                   : “ masyaAllah nak, niatmu sangat baik. Semoga Allah mudahkan ya nak”

Bapak yang diam-diam mendengarkan dari balik kamar hanya mampu meneteskan air mata.

Bapak              :”  Ra, kamu memang anak bapak yang istimewa. Apapun itu bapak dukung langkah kamu. Nanti bapak antar kamu buat beli buku bacaan dan bilang ke anak-anak pemulung itu ya.”

Ara                  : “ Terimakasih bapak”

            Matahari semakin naik ke peredaran tertingginya. Ara dan bapak menuju toko buku dengan sepeda motor khas nya. Ara dan bapak memilih banyak buku bacaan yang menarik. Ara sangat bersemangat untuk memulai misi baru belajar bersama anak-anak yang sekiranya kurang beruntung.  Lebih dari 30 menit memilih, keranjang Aradan bapak sudah dipenuhi banyak buku. Mulai dari buku pelajaran sekolah hingga buku bacaan cerita anak. Setelah selesai membayar Aradan bapak segera pulang karena tidak sabar untuk menemui anak pumulung yang kemarin ditemui.

Ara                                          : “ pak, itu anak yang kemarin, ayo kita temui’”

Bapak                                      :” ayo nak, kita kesana.”

Dengan bantuan  kayu penyangga kaki nya, Ara mendatangi anak pemulung itu.

Ara                                          :” adek namanya siapa? Tidak sekolah?”

Zira (anak pemulung)              :” namaku Zira mb, saya sudah tidak sekolah.”

Ara                                          :” mau tidak belajar bersama kakak?, itu kakak sudah bawa banyak buku untuk kamu. Teman-teman kamu boleh lho diajak kesini.”

            Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya Zira dan 4 temannya dating mendekati Ara.

Ara                                          : “ ayo mendekat sini, kakakpunya buku bacaan untuk kalian”.

Zira dan teman-teman             : “ asiiikkk, aku mau baca ya kak”.

Ara                                          : “ ayo pilih mau baca buku yang mana”.

Akhirnya Ara dan teman-teman kecilnya belajar bersama. Bapak yang melihat dari kejuhan  meneteskan air mata bahagia karena anaknya yang istimewa berhasil menjadi seorang guru dengan caranya yang berbeda.

Ara                                          : “adek-adek, kak Ara pulang dulu ya, oya tiap sore belajar sama kak Ara ya, rumah kak Ara ada di belakang mushola itu. Nanti kita belajar lagi”.

Zira dan teman-teman             : “ makasih ya kak, besok kita ke rumah kak Ara ya”.

            Setiap sore, rumah Ara menjadi penuh dengan keceriaan, canda, dan tawa. Banyak warna di rumah Ara tiap sorenya. Ayah dan ibu Ara sangat bahagia melihat anaknya tumbuh menjadi seeekor kupu cantik yang banyak menebarkan kebaikan untuk sekitarnya di tengah segala kekurangan yang dimiliki. Rumah belajar Ara semakin hari semakin ramai. Bahkan kali ini Ara didampingi oleh 2 orang sahabatnya untuk ikut membantu mengajar anak-anak pemulung. Karena banyaknya warna di Rumah belajarnya, Ara menamainya menjadi SANGLAMU (Sanggar Pelangi Ilmu). Sanglamu ini kini menjadi salah satu harapan untuk menjadikan anak-anak semakin indah dengan warna nya masing-masing.

TERIMAKSIH

Terima kasih dari ku untuk Mu

Terima kasih untuk hidup

Terima kasih untuk bahagia

Terima kasih untuk sedih

Walau orang berkata ku tak sempurna

Tapi bagi ku, ku istimewa

Walau kata orang aku tak indah

Tapi bagi ku, ku spesial

Alllah, terima kasih....

Kau telah ajari ku bersyukur

Kau telah ajari kju bersabar

Kau telah ajari ku tuk ikhlas

Karna...

Tak sempurnaku..

Allah, terima kasih.........

Kau telah jadikan ku wanita kuat

Kau telah jadikan ku wanita istimewa

Kau tlah jadikan ku wanita tak biasa

Karna tak sempurna ku

Bagiku.......

Tak sempurna tak berarti tak kuasa

Tak sempurna bukan berarti tak bisa

Tak kuasa tak berarti lemah

Tapi untuk ku.......

Tak sempurna adalah ladang belajar

Tak sempurna adalah ladang bersyukur

Tak sempurna adalah ladang untuk bersabar dan ikhlas

Terima kasih Allah......

Sekarang ku terus tersenyum

Sekarang ku terus bahagia

Walau tak sempurna

Categories:


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 komentar:

Posting Komentar